Menulis Jurnal


Orang-orang terkenal kayak penemu-penemu dan sastrawan macam  Leonardo da Vinci dan Shakespeare, pasti selalu meninggalkan jurnal mereka yang kini menjadi bahan acuan buat lebih mengenal mereka. Yah...memang, kebiasaan membuat jurnal dengan menuliskan segala hal yang mereka alami dan pikirkan di hari-hari mereka menjadi sebuah hal yang menjadi keharusan. Bisa saya nilai bahwa mereka bukan sejenis orang yang pelit ilmu. Menuliskan semua yang mereka ketahui ke dalam sebuah tulisan dan kelak bisa disebarluaskan demi kepentingan umum. Atau...karena mereka belum punya gadget macam jaman sekarang ini seperti laptop, komputer, atau handphone seluler makanya mereka menuliskannya ke dalam sebuah buku jurnal. Nah, (hhe) bermula dan berlatar belakang hal itulah saya menjadi ikut tertular demam membuat jurnal. Kali - kali saja kelak saya menjadi orang yang terkenal, yang kemudian orang akan berduyun-duyun mencari dan mengkaji buku jurnal saya yang menunjukkan kisah-kisah hidup saya, dan mereka tentu saja tidak akan mengalami kesulitan karena saya sudah menuliskan semua itu ke dalam jurnal harian saya (narcisme nih yeee..). Selain itu pula memang saya suka menulis. Entah puisi, cerpen, cerbung (yang sampai sekarang tidak tamat-tamat), atau kata-kata yang tiba-tiba terbersit begitu saja di otak saya. Belum terkenal saja sampai sekarang ini saya sudah memiliki tumpukan buku-buku jurnal di dalam lemari (yang beberapa hari ini baru saya bersihkan dan saya dapati dimakani rayap). Yah...,hhe...i do love writing but too lazy to increase it. Nah itulah makanya sekarang saya mau mulai lagi concern bikin blog lagi, meninggalkan beberapa blog lain yang sudah saya lupa alamat emailnya, apalagi passwordnya. Di awal postingan saya ini, saya mau menceritakan tentang salah satu kegemaran saya yang masih saya tekuni sampai sekarang. Ya, menulis jurnal itu. Rasanya, bagi saya sangat menenangkan. Meluangkan waktu buat diri sendiri dalam relaksasi menulis. Menjadi lebih mengerti dengan baik apa yang jadi keinginan diri. Dengan menuliskannya dalam puisi, atau bahkan planning-planning ke depannya ingin seperti apa. Jurnal saya dulu terbagi tiga. Ada jurnal puisi, ada jurnal diary pribadi, ada jurnal agenda kegiatan sehari-hari yang akan dilaksanakan, Bahkan lucunya saya juga punya jurnal list hutang-hutang saya (dasar tukang ngutang). Tapi sekarang setelah mahasiswa, karena keterbatasan waktu dan efisiensi pengeluaran ( tahulah...mahasiswa). Saya hanya memiliki dua buah jurnal saja, satu itu jurnal diary harian saya, tempat berkeluh kesah yang lebih private dan cuma saya. Alllah, dan jin-jin di sekitar saya yang tahu. Yang kedua, itu adalah jurnal campuran (hhe) kenapa saya bilang begitu?? Karena isi jurnal tersebut campur aduk dari list hutang, agenda kegiatan, puisi-puisi pendek, curhatan kecil-kecilan, bahkan kalau lupa bawa buku catatan kuliah ya saya juga pake jurnal itu buat nyatet (hadueh..). HHa...memang rasanya sangat konyol tapi sekaligus menyenangkan. Apalagi ketika membaca-baca tulisan di masa lalu. Rasanya seperti masuk ke dalam time machine saja. Dari cara menulis, huruf-huruf yang berbeda dengan sekarang, lalu hal-hal yang menjadi masalah. Sangat lucu dan meaningfull betapa sudah banyak hal yang di lalui dalam hidup saya. Ini yang membuat saya tidak akan berhenti menulis jurnal. Walaupun sekarang ini sudah banyak yang saya lewati tanpa saya torehkan dalam tulisan jurnal dikarenakan kesibukan dalam menuntut ilmu sebagai mahasiswa. Hidup semakin ke depan makin kompleks saja yang dilalui, tapi terkadang hal itu menjadi kompleks hanya karena pola pikir kita manusia dewasa yang terlalu di buat rumit. Hal itu saya sadari dengan membaca kembali, me-rewind tulisan-tulisan saya di jurnal. Bahwa hal yang saya lalui di waktu kanak-kanak dulu tidak lebih berat dari apa yang saya lalui sekarang (waktu sudah tuirr...). Intinya mah I do keep on jurnaling (bahasa tidak baku yang di klaim sebagai ke khas an pribadi, hhaaa).

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah

(Rumah Kaca, h. 352)”
Pramoedya Ananta Toer

Posting Komentar